Tauhid dan Akidah


            Kenapa sampai sekarang masih bicara tentang tauhid? Bukankah tauhid berlaku setelah mengucap syahadat? Kenapa harus? Kenapa penting? Sekarang, mari kita balik pertanyaanya. Apakah sampai hari ini kita masih bertauhid?
            Oleh Kak Ashabul Kahfi untuk adik-adik pengurus muda di Sharia Economic Forum Universitas Gunadarma pada 24 Agustus 2019. Agar agama islam tidak menjadi agama yang tertahan di tenggorokan saja, tapi juga dipahami dan diperuntukkan bagi orang-orang yang berakal dan berpikir, sebagai seorang cendikiawan muslim.
            Setelah seorang hamba mengucap kalimat tauhid (syahadat). Maka disaat itu pula seorang hamba itu diminta untuk tidak beribadah kepada selain Allah swt, diminta untuk menjadikan segala yang dilakukannya untuk Allah untuk beribadah kepadanya. Diminta pasrah dengan Sunnatullah (ketetapan Allah). Rezeki manusia jugalah merupakan sunnatullah. Jadi, kenapa kita masih lebih takut tidak mendapatkan rizeki daripada takut ibadah kita cacat?
            Orang yang bertauhid (mengenal Rabbnya) hidupnya aman dan nyaman, karena sebenarnya kegelisahan yang dirasakan saat menghadapi cobaan itu dikarenakan kebodohan dalam ketauhidan kita.  Maka mendekatlah pada Allah dan berupaya mengenalnya lewat tauhid yang paling benar yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga menjadi orang yang memiliki tingkat paling tinggi dalam bertauhid yang menggantungkan apapun kepada Allah.
            Namun, realita saat ini adalah manusia mengejar apapun tanpa tauhid. Padahal, manusia yang tidak bertahid itu mudah sekali tersesat. Jikalau tauhidnya beres mau mengejar dunia pun, dunia akan duluan mengejar. Walau Allah menghamparkan masalah sekalipun, semua akan selesai dengan amanah.
            Setiap manusia memiliki kekurangan, kekurangan atau kebodohan ini sebenarnya bisa diubah tergantung dari tipe manusia tersebut,
  1. Cerdas : tau kebodohan dirinya, lalu berikhtiar mengurangi kebodohannya dengan menuntut ilmu
  2. Bodoh : tau dirinya bodoh, tapi ridho dengan kebodohannya
  3. Idiot : tidak tau kalau dirinya bodoh, dan merasa tidak ada yang salah dengan hidupnya.
            Jadilah orang yang cerdas, sehingga dikehendaki kebaikan oleh Allah. Karena orang yang dikehendaki kebaikan, maka akan diberikan pemahaman agama kepadanya. Tapi, ini juga berlaku kebalikannya, jika manusia tidak memiliki pemahaman agama, Allah kehendaki ia dengan kebodohan. Perlu ditekankan disini kebodohan yang disebutkan belum tentu kebodohan dalam ilmu saja, tapi dalam hati atau bahkan emosi. 
            Dalam tauhid terdapat hak, “menyempurnakan iman kita, dan Allah berhak untuk disembah secara utuh.” Tauhid itu tidak bisa dipelajari sebentar, harus seumur hidup karena pada dasarnya iman kita naik turun sejalan dengan keimanan kita yang naik turun juga. Ketika tauhid sudah tertanam akan muncul ketakutan dan kecintaan pada Allah swt.
            Para sahabat Nabi saw dididik untuk memahami tauhid dan akidah langsung dari sumbernya dan dengan waktu yang tidak sebentar. Karena itulah mereka menjadi manusia-manusia terbaik Allah. Hari ini kita hidup untuk meneladani kisah-kisah mereka. Agar Allah meridhai kita sebagai seorang muslim, haruslah menjadi amar ma’ruf, nahi munkar, mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan. Dan syarat ini didapatkan dengan menjadi seseorang yang berilmu.
            Adapun akhlak adalah ujung dari segala amal. Sebagai seorang muslim, ada 3 kewajiban akhlak yang harus dipenuhi. Pertama kepada manusia, diawali kepada kedua orangtua. Selanjutnya kepada Rasulullah saw yang memiliki hak untuk ditaati dan dijadikan contoh untuk menjadi khairunnas. Terakhir tentu kepada Allah swt, karena Allah adalah the one and only bagi kita sebagai umat islam. Tiga komponen inilah yang menjadi resep untuk memahami ketauhidan.



#PemudaSEF
#MujahidSEF

Komentar

Postingan populer dari blog ini